Mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia (PGI) Pendeta Andreas Yewangoe melihat bahwa peristiwa pembakaran dan
pembongkaran gereja-gereja di Aceh Singkil sebagai sebuah kejadian serius yang
harus mendapat perhatian begitu tinggi dari pemerintah, salah satunya adalah Menteri Dalam Negeri.
“Bapak Mendagri yang saya hormati. Miris dan sedih hati saya melihat
pembongkaran gedung-gedung gereja di Singkil kemarin. Itu dilakukan "konon"
sesuai kesepakatan. Saya ragukan bahwa ini sungguh-sungguh kesepakatan, kalau
salah satu pihaknya berada dibawah tekanan. Istilah yang dipilih juga
memiriskan, "penertiban". Seakan-akan jemaat yang berbakti adalah
sebuah kekacauan sehingga harus ditertibkan. Bapak Mendagri, beribadah itu
bukan kejahatan. Bahkan negara ini membutuhkannya. Bagaimana kalau warga negara Indonesia adalah yang tidak peduli dengan
Tuhan dan kemudian melakukan kejahatan? Sulit dibayangkan,” ungkap Yewangoe
dalam status di jejaring sosialnya, Selasa (20/10/2015).
Tokoh Kristen yang kini menduduki jabatan
sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PGI mengambil PBM 9 dan 8 tahun 2006 yaitu Bupati,
Walikota, dan seterusnya harus memfasilisati warganya apabila mereka kesulitan
memperoleh gedung ibadah. “Yang terjadi sekarang justru gedung ibadah yang
sudah ada dirobohkan. Maaf Bapak Menteri, saya gagal memahami kebijakan
pemerintah ini. Dengan surat ini saya tidak mengiba-iba, tetapi saya
memperlihatkan bahwa sebagai warga negara kita setara di depan hukum, mempunyai
hak dan kewajiban yang sama. Para pendiri bangsa sangat arif sehingga yang
mereka dirikan adalah Negara Kebangsaan atas dasar Pancasila, bukan sebuah
negara agama. Salam takzim saya, Tuhan beserta Bapak Mendagri,” tutupnya.